Pendidikan inklusif bukanlah sebuah istilah baru dalam sistem pendidikan di Indonesia. Sejak 2009, pemerintah melalui kementerian pendidikan telah mengeluarkan payung hukum tentang makna pendidikan inklusif dan penerapannya di Indonesia. Beberapa provinsi – bahkan kabupaten/kota – di Indonesia juga telah mengeluarkan peraturan turunan yang sama, seperti Provinsi Aceh dan Kabupaten Aceh Tamiang.
Namun di lapangan, masih terdapat ketimpangan antara makna serta bagaimana menerapkan pendidikan inklusif tersebut. Rumah Inklusi Madani telah melakukan penelitian khusus tentang hal ini, dan kami akan membahas kenapa pendidikan inklusif belum dapat berjalan dengan baik dalam sistem pendidikan yang ada saat ini di Indonesia.
Istilah dan pengertian yang sempit

credit to Unsplash
Didalam literatur akademik dan media populer di Indonesia, terdapat istilah yang terlihat berbeda namun memiliki kesamaan dalam penggunaan, pendidikan inklusif (inclusive education) dan pendidikan inklusi (inclusion).
Sejauh pengamatan kami, Inclusive education adalah istilah yang sering digunakan dalam literatur dari Amerika Serikat, sedangkan inclusion umum didapatkan pada literatur dari Inggris. KBBI daring menggunakan kata inklusi untuk merujuk makna yang dianggap menjadi salah satu ciri pendidikan inklusif. Sedangkan peraturan pemerintah konsisten menggunakan kata “inklusif.” Jadi demi konsistensi, seluruh publikasi yang kami keluarkan akan menggunakan istilah pendidikan inklusif.
Lalu bagaimana pemaknaan pendidikan inklusif itu sendiri? KBBI mengartikan hal tersebut sebagai “kegiatan mengajar siswa dengan kebutuhan khusus pada kelas reguler.” Hal ini tidak terlalu berbeda dari pemaknaan yang digunakan oleh pemerintah, baik kementerian pendidikan maupun pemerintah daerah.
Dalam judul resmi peraturannya, kementerian pendidikan menggunakan “Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.” Pada tujuan program, salah satunya disebutkan pendidikan inklusif memberikan kesempatan kepada peserta didik tersebut untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu.
Menurut kami disinilah awal ketimpangan dari tujuan pendidikan inklusif dengan prakteknya dilapangan. Karena secara sepintas, kita dapat memaknai pendidikan inklusif dalam judul peraturan tersebut ditujukan hanya bagi peserta didik yang “spesial,” yang memiliki kelainan atau kecerdasan dan/atau bakat istimewa saja. Lalu, bagaimana dengan siswa lain yang tidak memiliki ciri “spesial” tersebut. Apakah mereka tidak berhak mendapatkan pendidikan yang inklusif?
Permasalahan selanjutnya adalah kurangnya debat akademik di Indonesia yang membahas tentang pemaknaan pendidikan inklusif itu sendiri. Jika kita membaca jurnal akademik di Indonesia, sebagian besar literatur menjadikan permendiknas yang sudah disebutkan diatas sebagai landasan dalam membahas pendidikan inklusif. Padahal, sebagaimana yang tadi disebutkan, peraturan itu sendiri memiliki kelemahan dalam memaknai pendidikan inklusif.
Pada penelitian yang kami lakukan, memang terdapat persaingan “kekuatan” kebijakan yang terjadi, bahkan di negara-negara penutur bahasa Inggris, dalam menafsirkan pendidikan inklusif kedalam praktik sehari-hari di sekolah. Dan lucunya, hal ini terjadi ketika format dan bahasa kebijakan tersebut, “dipinjam” dan diadopsi oleh negara yang sama-sama menggunakan bahasa Inggris, namun masih mengakibatkan penafsiran berbeda terhadap apa itu pendidikan inklusif.
Jadi, dinegara-negara tersebut juga belum ada konsensus umum mengenai apa sebenarnya pendidikan inklusif itu. Namun, dengan banyakanya debat akademik yang terjadi, penafsiran pendidikan inklusif di sana menjadi lebih luas daripada sekedar makna “menyekolahkan” anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah umum seperti yang terjadi di Indonesia.
Pendidikan Inklusif dari Perspektif Internasional
Dalam sejarahnya, memang tidak dapat dipungkiri pengaruh kaum disabilitas dalam mengembangkan konsep pendidikan inklusif agar diterima oleh masyarakat luas. Dan faktanya, memang usaha yang mereka lakukan dalam pengarusutamaan – penananaman gagasan baru untuk diterima oleh publik – agar orang disabilitas dapat bersekolah di sekolah umum sebagaimana anak-anak lainnya sangat berkontribusi dalam hal ini. Kita dapat melihat dokumen-dokumen resmi internasional, seperti The UN Convention on the Rights of Persons with Disabilities (UNCRPD) yang sudah diratifikasi melalui UU No 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities, membentuk konsep pendidikan inklusif yang ada saat ini.
Sebagaimana konsep disabilitas itu berubah dan berkembang seiring dengan pemahaman baru yang didapat, konsep pendidikan inklusif juga demikian. Setidaknya, UNESCO beranggapan bahwa pendidikan inklusif itu pendekatan yang dinamis untuk menanggapi keberagaman setiap anak bukan sebagai masalah, namun peluang untuk memperkaya pembelajaran. Dalam panduan terbarunya, UNESCO kembali menekankan kesuksesan pendidikan inklusif itu diukur dengan melihat bagaimana sistem pendidikan dibentuk, ragam pendekatan pembelajaran yang digunakan di kelas, serta bagaimana linkungan belajar itu sendiri dikelola.
Dengan kata lain, pendidikan inklusif dilihat dengan bagaimana budaya, kebijakan, serta praktik belajar dan pembelajaran diorganisir, untuk membantu tumbuh dan berkembanganya pendidikan inklusif di sekolah secara khusus, dan sistem pendidikan nasional secara umum. Ditambah lagi dengan bagaimana cara institusi pendidikan menghilangkan usaha “pengucilan” belajar terhadap kelompok anak tertentu, dengan meminimalisir hambatan belajar yang timbul dan memfasilitasi agar setiap anak dapat berpartisipasi penuh dalam seluruh kegiatan yang berlangsung di sekolah. Jadi, makna pendidikan inklusif bukan melulu tentang menempatkan anak dengan disabilitas di sekolah umum saja. Menghilangkan deskriminasi dan partisipasi penuh seluruh anak dalam kegiatan belajar menjadi indikator utamanya.
Sampai disini, mudah-mudahan dapat menjawab pertanyaan tentang apa pendidikan inklusif itu ya. Jika landasan bergerak kita hanya menggunakan peraturan pemerintah yang ada saat ini, wah masih panjang sekali usaha yang harus dilakukan untuk dapat benar-benar menjalankan filosofi dari pendidikan inklusif yang dipahami oleh dunia akademik dan lembaga resmi internasional.
Diartikel berikutnya, kita akan membahas tentang perdebatan konsep pendidikan inklusif dan mengupas secara mendalam peraturaan yang berlaku di Indonesia. Sampai jumpa.